Komite Audit di Perusahaan Publik


KOMITE  AUDIT  DI  PERUSAHAAN  PUBLIK

(Artikel ini telah dimuat di Harian SUARA KARYA, Edisi Senin, 6 Juni 2005, Rubrik “Opini”)

Oleh : Muh Arief Effendi 

Komite audit di perusahaan publik memegang peranan yang cukup penting dalam mewujudkan Good Corporate Governance (GCG). Komite audit merupakan “mata” dan “telinga” dewan komisaris dalam rangka mengawasi jalannya perusahaan. Keberadaan komite audit yang efektif merupakan salah satu aspek penilaian dalam implementasi GCG. Untuk mewujudkan prinsip GCG di suatu perusahaan publik, diharapkan prinsip independensi (independency), transparansi dan pengungkapan (transparency & disclosure), akuntabilitas (accountability) dan pertanggungjawaban (responsibility), serta kewajaran (fairness) menjadi landasan utama dalam aktivitas komite.

Kehadiran komite audit telah mendapat respon yang cukup positif dari berbagai pihak, antara lain pemerintah, Badan Pengawas pasar modal (Bapepam), Bursa Efek Jakarta (BEJ), Bursa Efek Surabaya (BES), para Investor, Profesi Penasehat Hukum (Advokat), profesi akuntan serta perusahaan penilai independen (independent appraisal company).

Anggota komite audit diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris. Jumlah keanggotaan komite audit sesuai Surat Edaran dari Direksi PT BEJ No SE-008/BEJ/12-2001 tanggal 7 Desember 2001 perihal keanggotaan komite audit, disebutkan sekurang-kurangnya tiga orang, termasuk ketua komite audit. Ketua komite audit berasal dari komisaris independen, sedangkan anggota lainnya berasal dari pihak eksternal perusahaan yang independen. Ketentuan mengenai keanggotaan komite audit juga diatur dalam Surat Edaran Bapepam Nomor SE-03/PM/2000 tanggal 5 Mei 2000 dan Keputusan Direksi Bursa Efek Jakarta (BEJ) Nomor Kep-315/BEJ/06/2000. Bunyinya, keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari tiga orang anggota, seorang di antaranya merupakan komisaris independen yang sekaligus merangkap sebagai ketua komite audit, sedangkan anggota lainnya merupakan pihak ekstern yang independen di mana sekurang-kurangnya satu di antaranya memiliki kemampuan di bidang akuntansi dan atau keuangan.

Komite audit di BUMN yang go public diatur dengan Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-103/MBU/2002 tanggal 4 Juni 2002 tentang pembentukan komite audit bagi BUMN yang merupakan revisi dari Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor: KEP-133/M-PBUMN/1999 tanggal 8 Maret 1999 perihal yang sama. Dalam pasal 3 ayat 1 Keputusan Menteri BUMN tersebut dinyatakan bahwa tugas komite audit terdiri dari lima hal. Pertama, menilai pelaksanaan kegiatan serta hasil audit yang dilakukan oleh Satuan Pengawasan Intern maupun Auditor Ekstern sehingga dapat dicegah pelaksanaan dan pelaporan yang tidak memenuhi standar. Kedua, memberikan rekomendasi mengenai penyempurnaan sistem pengendalian manajemen perusahaan serta pelaksanaannya. Ketiga, memastikan bahwa telah terdapat prosedur review yang memuaskan terhadap informasi yang dikeluarkan BUMN, termasuk brosur, laporan keuangan berkala, proyeksi/forecast dan informasi keuangan lainnya yang disampaikan kepada pemegang saham. Keempat, mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian komisaris/ dewan pengawas. Kelima, melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh komisaris/ dewan pengawas sepanjang masih dalam lingkup tugas dan kewajiban komisaris/dewan pengawas berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu komite audit bertugas untuk memberikan pendapat profesional yang independen kepada dewan komisaris terhadap laporan atau hal-hal yang disampaikan oleh direksi kepada dewan komisaris, termasuk untuk mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris.

Komite audit diharapkan mentaati seluruh ketentuan yang berlaku yang ditetapkan oleh Bapepam, BI, BEJ maupun Keputusan Menteri BUMN bagi BUMN yang go public. Menurut hemat penulis, keberadaan komite audit di perusahaan publik pada saat ini hanya sekadar untuk memenuhi ketentuan pihak regulator (pemerintah) saja. Hal ini ditunjukkan dengan penunjukan anggota komite audit di perusahaan publik, yang sebagian besar belum didasarkan atas kompetensi dan kapabilitas, namun lebih ke arah kedekatan dengan dewan komisaris perusahaan. Keanggotaan komite audit seperti ini sulit diharapkan untuk dapat bekerja secara profesional.  

Prinsip-prinsip GCG

Pelaksanaan prinsip-prinsip GCG dalam aktivitas komite audit meliputi lima hal. Pertama, prinsip independensi. Artinya, komite audit diharapkan dapat bersikap independen terhadap kepentingan pemegang saham mayoritas maupun minoritas. Selain itu anggota komite audit seharusnya tidak memiliki hubungan bisnis apa pun dengan perusahaan, dan tidak memiliki hubungan kekeluargaan (family) dengan direksi dan komisaris perusahaan, sehingga terhindar dari benturan kepentingan (conflict of interest). Oleh karena itu, nama-nama anggota komite audit hendaknya diumumkan ke masyarakat atau publik sebagai wujud akuntabilitas terhadap sikap independensinya. Ini penting agar masyarakat dapat melakukan kontrol sosial serta penilaian terhadap para anggota komite audit tersebut. Kedua, prinsip transparansi. Prinsip ini ditunjukkan adanya audit committee charter dan program kerja tahunan dari komite audit serta adanya rapat komite audit secara periodik yang didokumentasikan dalam risalah rapat. Komite audit hendaknya membuat laporan secara berkala kepada komisaris tentang pencapaian kinerjanya sebagai wujud pengungkapan (disclosure), dan diharapkan laporan tersebut tertuang pada laporan tahunan (annual report) perusahaan yang diekspos kepada publik. Ketiga, prinsip akuntabilitas. Ini ditunjukkan dengan frekuensi pertemuan dan tingkat kehadiran anggota komite audit. Selain itu komite audit seharusnya memiliki kapabilitas, kompetensi dan pengalaman di bidang audit serta proses bisnis (business process) perusahaan agar dapat bekerja secara profesional. Keempat, prinsip pertanggungjawaban. Artinya, aktivitas komite audit dijalankan sesuai dengan peraturan atau ketentuan yang berlaku dan kinerja komite audit hendaknya dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada publik, selain kepada dewan komisaris. Kelima, prinsip kewajaran. Prinsip ini ditunjukkan oleh sikap komite audit dalam pengambilan keputusan (decision making) yang didasarkan atas sikap adil, fair dan obyektif terhadap semua pihak. Mengingat sangat pentingnya aspek manajemen risiko (risk management) dalam pengelolaan perusahaan, maka komite audit diharapkan dapat melakukan identifikasi risiko potensial (potential risk) yang dihadapi perusahaan serta alternatif pemecahan masalahnya. Adapun yang tidak kalah penting adalah komite audit juga berkewajiban untuk menjaga tingkat kepatuhan (compliance) perusahaan terhadap kebijakan atau peraturan yang berlaku.  

Efektivitas Kerja

Hingga saat ini belum ada kesepakatan mengenai tolok ukur keberhasilan atau efektivitas kerja komite audit. Kalbers & Fogarty (1993) telah melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang memengaruhi efektivitas kerja komite audit. Hasil penelitian tersebut, antara lain mengungkapkan bahwa terdapat tiga faktor dominan yang berpengaruh terhadap keberhasilan komite audit dalam mengemban tugasnya. Ketiga faktor tersebut adalah kewenangan formal dan tertulis bagi komite audit, kerjasama manajemen dan kualitas (kompetensi) personil dari komite audit. Efektivitas kerja komite audit juga sangat dipengaruhi oleh pola hubungan (relationship) dan tingkat intensitas komunikasi antara komite audit dengan berbagai pihak. Komite audit hendaknya dapat melakukan komunikasi secara efektif dengan komisaris, direksi, internal auditor dan eksternal auditor. Komite audit dapat melakukan sinergi dengan internal audit, untuk lebih meningkatkan sistem pengendalian internal perusahaan. Apabila terdapat dugaan penyimpangan atau fraud di perusahaan yang melibatkan direksi perusahaan, maka komisaris dapat menugaskan komite audit untuk melakukan audit khusus (fraud audit). Dalam hal ini komite audit dapat meminta bantuan pihak eksternal (outsourcing), untuk melakukan “audit investigatif” atau “audit forensik” dalam rangka mengungkap terjadinya praktik kecurangan (fraud) yang signifikan di perusahaan. Akhirnya semoga keberadaan komite audit dapat berjalan efektif dan bernilai tambah (added value) sehingga upaya mewujudkan GCG di perusahaan-perusahaan publik dapat tercapai. ***

(Muh Arief Effendi SE MSi Ak QIA, internal auditor sebuah BUMN, staf pengajar Universitas Budi Luhur dan STIE Trisakti Jakarta).

 

One Response

  1. Salam kenal pak Effendi. Saya menemukan blog bapak karena kebetulan ada pertanyaan tentang Komite Audit di blog saya. Karena concern saya bukan tentang hal ini, hasil googling saya menemukan sebagia topik yang mungkin relevan di blog ini.
    Tetap menulis yaa pak. hehe…

    Like

Comments are closed.